Ja'far bin Abi Tholib, Pemilik Dua Sayap Berlumuran Darah Yang Wajahnya Mirip Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam (Bag. 2)

Walaupun kami merasa cemas akan aduan Amr bin Al-‘Ash kepada raja Najasyi tentang posisi Isa bin Maryam dalam keimanan kami, tapi kami sedikit merasa lega karena salah seorang diantara kami berkata,

"Demi Allah, tidaklah kita mengatakan tentang Isa bin Maryam melainkan seperti apa yang telah Allah dan rasulnya beritakan kepada kita. Jangan kita berbuat jahil karena kita pasti akan binasa."

Lalu kami pun sepakat akan hal itu dan menunjuk kembali Ja'far bin Abi Tholib sebagai juru bicara kami.

Keesokan harinya, tak kala Raja Najasyi mengundang kami untuk menghadap kembali, maka kami pun menghadap sang raja dengan Ja'far bin Abi Tholib sebagai juru bicara kami.

Kami lihat di tengah-tengah ruangan semuanya telah berkumpul, termasuk dua utusan kafir Quraisy yang begitu kami kenal kedudukannya di tengah-tangah bangsa Quraisy. Dan setelah kami duduk semua, raja Najasyi dengan penuh penasaran meluncurkan pertanyaan kepada kami:

"Apa yang kalian yakini tentang Isa bin Maryam?"

Perang penakhlukan benteng romawi oleh pasukan Islam yang dipimpin ja'far bin abu tholib


Lalu Ja’fa bin Abi Tholib tampil dan menjawab,

"Sungguh kami akan mengatakan apa yang telah diajarkan utusan Allah kepada kami tentang Isa bin Maryam."

"Apa itu? Coba katakan cepat'" seru sang raja tidak sabar.

"Nabi kami berkata bahwa Isa bin Maryam adalah seorang hamba dan utusan Allah. Ia juga ruh dan kalimat yang Allah letakkan pada Maryam ibunya, sementara ibunya adalan seorang perawan yang suci dan yang tidak menikah."

Tak kala mendengar jawaban Ja’far yang ringkas dan padat itu, Raja Najasyi memukulkan tangannya sambil berkata,"

Demi Allah, memang benar Isa bin Maryam seperti apa yang telah mereka katakan…! Tidak keluar sedikitpun dari yang mereka katakan tentang Isa bin Maryam adalah kebenaran. sebagaimana yang tertera di dalam injil yang ada di tengah-tengah kami.”

Mendengar titah Raja mereka, para uskup pun ricuh dan saling berbisik-bisik mengingkari apa yang mereka dengar dari Raja mereka.

"Mengapa kalian semua ribut?" tegur sang raja heran.

Kemudian sang raja pun menoleh kepada kami dan berkata, "Pulanglah kalian dengan aman. Barangsiapa yang mencoba mengganggu kalian maka ia akan dihukum. Barangsiapa yang mencela kalian maka ia akan rugi. Demi Allah, aku tidak suka memiliki emas sebesar gunung sementara satu kejelekan menimpa kalian."

Lalu Raja Najasyi pun mengalihkan wajahnya kepada para uskup dan berkata," Kembalikanlah hadiah-hadiah yang telah diberikan kepada kalian dari kedua orang ini. Dan akupun juga tidak membutuhkan hadiah-hadiah itu".

Pertemuan hari itu pun selesai dengan kemenangan di tangan kami. Amar bin al-'Ash dan temannya keluar dengan terhina dan malu. Sementara kami keluar dengan mulia serta penuh kehormatan.

Akhirnya kami bersama Ja’far dan istrinya serta rombongan yang lain tinggal di negeri Habasyah dengan ketenangan dan ketentraman serta keamanan dalam beribadah selama lebih kurang 10 tahun.

Dan pada tahun ke-7 Hijriyah, Ja’far dan istrinya bersama rombongan kaum muslimin yang hijrah memutuskan untuk meninggalkan negeri Habasyah dan kembali ke kota Madinah. Kepulangan kami bersamaan waktunya dengan perang khaibar, dimana Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersama kaum muslimin berhasil menaklukkan benteng pertahanan milik Yahudi tersebut dan memperoleh kemenangan besar serta harta rampasan perang yang sangat banyak.

Betapa gembiranya Rasulullah Shalallahu Wassalam saat bertemu Ja’far, sampai-sampai Beliau berkata:

"Aku tidak tahu mana yang membuat aku gembira saat ini. Apakah aku gembira karena penaklukan benteng khaibar ataukah karena bertemu Ja’far?"

Kaum muslimin di Madinah pun menyambut kedatangan Ja’far beserta rombongan dengan suka cita karena mereka tahu yang datang ini adalah sosok yang mereka sayangi yang pernah menyantuni dan mengasihi mereka dahulu.

Ketahuilah bahwa Ja’far adalah sosok yang terkenal dengan perbuatan baiknya terhadap orang-orang miskin, sampai-sampai ia diberi gelar "bapaknya orang-orang miskin".

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu pun mengisahkan tentang kebaikan Ja’far ini:

"Ja’far bin Abu Tholib adalah orang yang paling baik perlakuannya terhadap kami orang-orang miskin dan lemah. Pernah suatu hari dia mengundang kami orang-orang miskin untuk makan di rumahnya. Dia menghidangkan seluruh makanan yang ia miliki, sampai-sampai ketika makanan yang dihidangkan itu telah habis, ia keluar lagi dengan satu dandang penuh yang berisi daging dan tidak ada lagi makanan yang dia miliki setelah itu. Dan kami pun membuka makanan itu dan menghabiskannya sampai tanpa tersisa."

...

Waktupun berlalu, belum lama tinggal di Madinah, Ja’far pun bersiap-siap bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menyusun pasukan untuk menaklukkan dan menundukkan kesombongan Romawi di negeri Syam. Dan sebagai panglima perangnya, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menunjuk Zaid bin haritsah.

Sebelum pasukan berangkat, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam berpesan bahwa jika Zaid terbunuh atau terluka maka Ja’far bin Abi Tholib yang akan menggantikan kepemimpinan pasukan sebagai panglima perang. Jika Ja’far terbunuh atau terluka, maka Abdullah Bin Rawahah yang akan menggantikan kepemimpinan pasukan sebagai panglima perang. Dan kalau Abdullah terbunuh maka pilihlah panglima perang diantara kalian yang kalian kehendaki untuk memimpin kalian.

Kemudian pasukan kaum muslimin pun bergerak meninggalkan kota Madinah. Namun takkala mereka sampai di daerah Mu'tah, sebuah kota yang terletak di pinggir negeri Syam yang berada di wilayah Urdun, ternyata pasukan Romawi telah menghadang mereka di sana dengan seratus ribu tentara bersenjata lengkap. Tidak tanggung-tanggung, mereka dibantu seratus ribu pasukan Nasrani Arab dari kabilah Lakh, Judzam, Qadha'ah dan kabilah-kabilah lainnya. Sedangkan pasukan muslimin hanya berjumlah tiga ribu orang saja.

Ketika genderang perang dimulai, bertemulah kedua belah pasukan dan berkecamuk lah perang dengan dahsyatnya. Suasana medan perang semakin mengganas. Zaid bin haritsah sebagai panglima perang kesana kemari menebaskan pedangnya di tengah-tengah tentara Romawi. Dan setelah lama bertempur, ia pun gugur sebagai syahid dalam keadaan maju terus tanpa berbalik arah, menerjang jauh ke tengah pasukan Romawi.

Sesuai amanah dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, kepemimpinan pun diambil alih oleh Ja’far bin Abi Tholib. Dengan penuh percaya diri, ia maju memimpin pasukan. Dari atas kudanya yang berambut blonde, sambil terus memegang bendera panji peperangan, dia menerjang barisan tentara Romawi sambil melantunkan syair:

Duhai betapa dekatnya surga…
Lezat, lagi segar minuman di dalamnya…
Wahai Romawi, telah dekat kehancurannya…
Kaum kafir, lagi jauh garis keturunannya…
Setiap aku berjumpa dengannya, kehancuran akan menerpanya….

Selama kepemimpinan pasukan dipegang oleh Ja'far bin Abi Tholib, dengan gagah berani ia memberi contoh kepada pasukannya agar tetap semangat dalam medan jihad tersebut. Tebasan pedangnya terus saja ia lancarkan di tengah-tengah barisan tentara Romawi. Sampai akhirnya sebuah pedang mengenai tangan kanannya hingga putus. Tangan itu pun jatuh ke tanah… bersamaan dengan jatuhnya panji peperangan yang dikepal tangan itu. Namun Ja’far dengan gagah berani memungut panci itu kembali dengan tangan kirinya dan melanjutkan peperangan dengan sebelah tangan. Namun tak berapa lama tangan kiri itu pun kembali putus oleh tebasan pedang tentara Romawi. Namun lagi-lagi Ja’far pantang menyerah. Dengan sisa tenaga yang mulai melemah karena kehabisan darah, ia memungut panji kaum muslimin yang jatuh tadi dengan dada dan kedua lengan atas nya yang masih tersisa. Dan untuk ketiga kalinya kilatan pedang menyambar dan mencabik-cabik tubuhnya hingga ia pun roboh ke tanah.

Melihat Ja'far bin Abi Tholib telalh syahid, sesuai amanah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, kepemimpinan pasukan muslimin diambil alih oleh Abdullah Bin Rawahah. Ia pun terus maju bertempur melanjutkan kepemimpinan Ja'far bin Abi Tholib sampai akhirnya ia pun menyusul kedua panglima perang sebelumnya.



Syahidnya tiga panglima perang pasukan kaum muslimin tersebut akhirnya sampai juga ke telinga Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau pun bersedih atas kepergian tiga sahabatnya itu. Berita pilu itu sangat menyedihkan beliau. Kenapa tidak? Salah seorang diantara panglima perang yang gugur itu adalah orang yang beliau cintai, anak pamannya yang wajahnya mirip dengannya yaitu Ja'far bin Abi Tholib.

Dalam penuh kesedihan, pergilah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menuju rumah Ja’far. Sesampainya di sana, ia mendapati istri Ja’far yaitu Asma’ telah bersiap-siap menyambut kepulangan suaminya dari medan perang dengan membuat adonan makanan, dan memandikan anak-anaknya serta memakaikannya dengan pakaian yang bagus.

Mengetahui yang datang itu adalah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, Asma’ pun menyambutnya sambil bertanya-tanya di dalam hati tentang keberadaan suaminya. Namun karena wajah Rasulullah SAW wassalam ia lihat dalam keadaan bersedih, ia urungkan niatnya untuk bertanya, khawatir kalau ada berita yang tidak baik tentang suaminya.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pun mengerti apa yang dikhawatirkan oleh Asma’. Ia berusaha tegar di depan istri Ja’far itu sambil berkata,

"Mana anak-anak Ja’far? Kesini lah kalian semua..!" ujarnya dengan penuh kelembutan.

Anak-anak Ja’far pun berhamburan berlari menuju pelukan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Satu persatu anak-anak Ja’far itu beliau ciumi dan peluk sambil berlinangan air mata.

Melihat kedua pipi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam basah oleh air mata, Asma’ pun memberanikan diri untuk bertanya tentang keberadaan suaminya.

"Wahai Rasulullah, demi Bapak dan ibuku, apa yang terjadi dengan suamiku? Apakah syahid telah menjemputnya…?"

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tidak sanggup menjawab pertanyaan istri Ja’far itu dengan kata-kata. Beliau hanya mengiyakan dengan isyarat sambil terus memeluk dan mengusap-usap kepala anak-anak Ja’far.

Asma’ pun tidak sanggup menghadapi berita duka itu. Ia pun tidak sanggup lagi menahan kepiluan dan kesedihan hatinya. Tangisnya pun tidak bisa dibendung lagi. Dengan linangan air mata kesedihan dan kesabaran, ia memanggil anak-anaknya dan memeluk mereka erat-erat.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tidak sanggup melihat kesedihan yang dialami Asma’. Sebelum pergi, dengan linangan air mata, beliau berdoa kepada Allah:

"Ya Allah, gantikanlah Ja’far dengan anaknya...."
"Ya Allah, gantikanlah Ja’far dengan keluarganya..."

Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

"Sungguh aku telah melihat Ja'far bin Abi Tholib di surga. Ia terbang kesana kemari dengan kedua sayapnya yang berlumuran darah.”
Post A Comment
  • Facebook Comment using Facebook
  • Blogger Comment using Blogger
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :

Punya pertanyaan seputar Islam dan ingin menanyakannya langsung ke ustadz? Silahkan ketik pertanyaannya pada kolom yg disediakan di bawah ini.


Kabar Luar Negeri

[Kabar-Luar-Negeri][threecolumns]

Kabar Dalam Negeri

[Kabar-Dalam-Negeri][list]

Artikel

[Artikel][bleft]

Belajar Islam

[Belajar-Islam][twocolumns]

Kabar Islam

[Kabar-Islam][grids]

Ahlul Kitab

[Ahlul-Kitab][bsummary]