Apa Sih Sebenarnya Hukum Mencium Al-Qur’an Itu?

Kita banyak melihat di kalangan masyarakat muslim kita, setiap kali selesai membaca Al-Qur’an, mereka selalu menciumnya. Atau sebelum meletak Al-Qur’an itu di rak atau di lemari buku, banyak yang menciumnya terlebih dahulu. Sebenarnya ini dibolehkan ngga sih? Apa sebenarnya hukum mencium Al Qur’an itu?

Apakah Boleh Mencium Al-Quran?


Untuk mengetahui jawaban pertanyaan ini sebenarnya sangatlah simpel,tentu kita cari dalilnya. Atau kita tanyakan saja kepada orang yang mencium Al-Qur’an itu, apakah ada dalilnya mereka mencium Al-Qur’an itu? Apa dalil mencium Al-Qur’an itu? Apakah Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya pernah melakukan perbuatan mencium Al-Qur’an ini? Kalau memang ada dalilnya dari Al-Qur’an dan hadits, maka kita akan ikut dan percaya bahwa mencium Al-Qur’an itu diperbolehkan atau justru disunnahkan. Malah kalau memang ada contoh perbuatan mencium Al-Qur’an itu juga pernah dilakukan oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya, maka kita yang lebih dulu mengamalkannya sebagai bentuk ittiba’ (ta’at dan mengikuti) kepada sunnah, meniru apa yang dilakukan oleh Nabi kita Rasulullah ﷺ.

Tapi setelah cari sana cari sini, ternyata perbuatan mencium Al-Qur’an ini tidak pernah ada dalilnya, baik yang bersumber dari Al-Qur’an maupun dari hadits. Oleh karena tidak ada dalil sebagai landasan hukumnya, maka perbuatan mencium Al-Qur’an ini hukumnya menjadi bid’ah. Apa itu bid’ah? Bid’ah adalah suatu amalan terlarang yang haram untuk dilakukan karena tidak memiliki landasan hukum baik dari Al-Qur’an maupun hadits serta tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ.

dalil dan hukum mencium al-quran
Apa hukum mencium Al-Qur'an?

Mengapa bid’ah itu terlarang dan haram untuk dilakukan? Karena Rasulullah ﷺ sendiri yang melarangnya, sesuai hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha istri beliau ﷺ sendiri dimana Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”
(HR. Bukhari No. 20 dan Muslim No. 1718)

Dalam riwayat lain, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.”
(HR. Muslim no. 1718.)

Kedua hadits di atas menunjukkan dengan jelas bahwa apapun amalan dan perbuatan kita dalam urusan agama ini yang tidak pernah dilakukan dan dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ, maka amalan itu ditolak alias tidak diterima…rejected!, tidak diakui dan perbuatan tersebut dikembalikan kepada si pelakunya, … bahkan pelakunya dicap sesat. Dalilnya sebagaimana hadits mahruf dari salah seorang sahabat bernama Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, dimana Rasullah ﷺ bersabda,

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Hati-hatilah dengan perkara baru yang diada-adakan karena setiap perkara baru yang diada-adakan itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu adalah sesat.”
(HR. Abu Daud No. 4607 dan Tirmidzi No. 2676. Hadits ini dishohihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah)

Juga hadits dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dimana Rasulullah ﷺ bersabda,

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah perkara yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah itu adalah sesat.”
(HR. Muslim No. 867)

Dalam riwayat An Nasa’i dikatakan,

وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ
Setiap kesesatan tempatnya di neraka.”
(HR. An Nasa’i No. 1578. Syaikh Al Albani rahimahullah menshahihkan hadits ini.)

Apa Maksud dan Tujuan Mencium Al-Qur’an?

Bagaimana kalau kita mencium Al-Qur’an Itu dengan niat untuk mengagungkannya, apakah masih dibolehkan juga?

Bila ada yang mengatakan: “Saya mencium Al-Qur’an itu untuk mengagungkannya, kan sah-sah saja dong….”.

Memang sebagai kalamullah, Al-Qur’an sudah sepantasnya kita agungkan, bahkan wajib hukumnya kita agungkan. Tapi cara mengagungkannya haruslah sesuai dengan cara Rasulullah ﷺ mengagungkannya, tidak dengan cara kita sendiri, karena yang ditunjuk Allah Subhanahuwata’ala sebagai nabi itu bukan kita, tapi Nabi Muhammad ﷺ. Oleh karena itu, kita wajib mengikuti Rasulullah ﷺ sebagai nabi kita. Karena yang berhak memberi contoh itu adalah beliau ﷺ. Dan karena kita bukan nabi dan hanya berstatus ummatnya, maka kita tidak berhak mengada-adakan suatu amalan baru dalam agama ini. Karena Islam ini sudah sempurna, semuanya sudah diajarkan oleh Rasulullah ﷺ, tidak dibutuhkan kreatifitas disini.  Islam sudah sempurna, tidak perlu ditambah-tambah dan tidak boleh dikurang-kurangi. Hal itu dipertegas Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …”
[Al-Maa-idah: 3]

Begitu juga dalam mengagungkan Al-Qur’an, harus sesuai dengan cara Rasulullah ﷺ mengangungkannya, yakni dengan cara membacanya, mempelajari cara melafathkannya, menghafalnya, mentadabburinya dan mengamalkannya. Begitu cara Rasulullah ﷺ mengagungkan Al-Qur’an. Rasulullah ﷺ tidak pernah mengagungkan Al-Qur’an dengan cara menciumnya, karena tidak pernah dikhabarkan dalam  satu hadits pun.

Dalil Mencium Al-Qur’an


Memang dalam Sunan Ad Darimi (3393) ada atsar dari Ikrimah bin Abi Jahal radhiallahu’anhu dimana dikatakan bahwa Ikrimah pernah meletakkan mushaf di wajahnya lalu mengatakan:

كتاب ربي، كتاب ربي
 kitab Rabb-ku, kitab Rabb-ku“.

Namun atsar dari Ikrimah ini sanadnya terputus (inqitha’) antara Abdullah bin Ummu Mulaikah dengan Ikrimah bin Abi Jahal radhiallahu’anhu dimana Abdullah bin Ummu Mulaikah ternyata tidak pernah bertemu dengan Ikrimah, dan ia bukanlah orang yang diketahui meriwayatkan dari Ikrimah. Oleh karena itu Al Hafidz Adz Dzahabi rahimahullah mengomentari atsar ini dengan berkata: “mursal“.

Seandainya orang berdalil mencium Al-Qur’an ini dengan berpatokan pada atsar dari Ikrimah ini, tidak juga bisa dijadikan dalil karena Ikrimah tidak menciumnya, hanya meletakkan mushaf Al-Qur’an itu di wajahnya.

Saya mencium Al-Qur’an meniru Umar Bin Khattab yang mencium Hajar Aswad

Kalau ada yang beralasan bahwa mereka mencium Al-Qur’an karena meniru Umar Bin Khattab radhiallahu’anhu yang mencium Hajar Aswad, tentu alasan ini tidak nyambung…. karena yang dicium Umar bin Khattab radhiallahu’anhu itu bukan Al-Qur’an tapi Hajar Aswad, sebuah batu berwarna hitam dari surga yang terletak di salah satu sudut Ka’bah, sesuai hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dimana Rasulullah ﷺ bersabda,

الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَكَانَ أَشَدَّ بَيَاضاً مِنَ الثَّلْجِ حَتَّى سَوَّدَتْهُ خَطَايَا أَهْلِ الشِّرْكِ
Hajar aswad adalah batu dari surga. Batu tersebut awalnya lebih putih dari salju. Dosa orang-orang musyriklah yang membuatnya menjadi hitam.” 
(HR. Ahmad, 1: 307)

Kalau yang dicium Umar bin Khattab radhiallahu’anhu itu Al-Qur’an maka kita bisa jadikan hal itu sebagai dalil bolehnya mencium Al-Qur’an. Tapi kan tidak… yang dicium Umar bin Khattab itu bukan Al-Qur’an, tapi Hajar Aswad. Beda bendanya. Lagi pula, alasan Umar bin Khattab mencium Hajar Aswad itu bukan lah untuk mengagungkannya dengan alasan karena batu itu berasal dari surga, tapi karena beliau radhiallahu’anhu pernah melihat Rasulullah ﷺ menciumnya sehingga beliau meniru apa yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ. Tidak lebih dari itu.

Dari ‘Abis bin Rabi’ah radhiallahu’anhu, ia berkata,

قَالَ رَأَيْتُ عُمَرَ يُقَبِّلُ الْحَجَرَ وَيَقُولُ إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُقَبِّلُكَ لَمْ أُقَبِّلْكَ
Aku pernah melihat ‘Umar (bin Al-Khatthab) mencium hajar Aswad. Lantas ‘Umar berkata, “Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau hanyalah batu. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka tentu aku tidak akan menciummu.” 
(HR. Bukhari, No. 1597, 1605 dan Muslim, No. 1270).
 
Dalam lafazh lain disebutkan,

إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَإِنِّى أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَأَنَّكَ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَبَّلَكَ مَا قَبَّلْتُكَ
Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberikan mudhorot (bahaya), tidak bisa pula mendatangkan manfaat. Seandainya bukan karena aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka aku tidak akan menciummu.” 
(HR. Muslim, No. 1270).

Begitulah kehati-hatian para Shahabat dalam menjaga diri-diri mereka dari perbuatan bid’ah yang tidak ada contohnya dari Rasulullah ﷺ . Termasuk dalam urusan mencium Al-Qur’an ini. Mereka melakukan apa yang dilakukan oleh Rasulullah dan meninggalkan apa yang tidak pernah dilakukan Rasulullah ﷺ .

Allah Subhanahuwata’ala berfirman dalam Surat Al-Hasyr:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

“… Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah …” 
[Al-Hasyr: 7]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman dalam surat An-Nisaa’:

مَّن يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
Barangsiapa yang mentaati Rasul (Muhammad) maka sesungguhnya ia telah mentaati Allah…” 
[An-Nisaa’: 80]

Demikianlah hukum mencium Al-Qur’an itu kami jelaskan pada artikel ini. Semoga bermanfaat dan sangat dianjurkan sekali untuk disebarkan kepada yang lain.


Hukum Mencium Al-Qur’an

Post A Comment
  • Facebook Comment using Facebook
  • Blogger Comment using Blogger
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :

Punya pertanyaan seputar Islam dan ingin menanyakannya langsung ke ustadz? Silahkan ketik pertanyaannya pada kolom yg disediakan di bawah ini.


Kabar Luar Negeri

[Kabar-Luar-Negeri][threecolumns]

Kabar Dalam Negeri

[Kabar-Dalam-Negeri][list]

Artikel

[Artikel][bleft]

Belajar Islam

[Belajar-Islam][twocolumns]

Kabar Islam

[Kabar-Islam][grids]

Ahlul Kitab

[Ahlul-Kitab][bsummary]